Sabtu, 04 Januari 2014

0

hadis sahih

Posted in
 BAB I PENDAHULUAN
1.                  Latar Belakang
 Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Dan melihat realita sekarang banyak umat islam yang berselisih mengenai paham-paham fiqih yang implikasinya terhadap pengamalan ibadah yang berbeda-beda seperti adanya perbedaan antara orang yang melafadzkan niat dan yang tidak melafadzkan niat bahkan yang paling parah adalah antar umat islam saling mengkafirkan satu sama lain karena berawal dari pemahamannya yang keluar dari al-Qur’an dan Hadits. Maka pertanyaannya adalah mengapa hal ini terjadi?. Saya katakan ini terjadi karena umat islam belum sepakat mengenai hadits dhoif itu tidak boleh dipakai dalam menetapkan suatu hukum ibadah, sebab sadari ataupun tidak disadari banyak sekali hadits-hadits dhoif yang masih dipakai rujukan (sumber hukum) oleh sebagian umat islam sehingga kadang kala mengesampingkan hadits-hadits yang shahih karena hadits dhoif lebih cocok dengan hatinya ketimbang hadits shohih.          
Dengan latar belakang ini, kami mencoba membuat sebuah tulisan yang sangat ringkas mengenai hadits shahih serta penyebabnya dengan bertujuan mudah-mudahan dapat memberikan sebuah penjelasan serta kejelasan mengenai derajat hadist shahih.
2.      Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah studi al-hadist ini sebagai berikut :
*      Apakah pengertian hadist sahih ?
*      Syarat - syarat hadist sahih ?
*      Pembagian hadist sahih ?
*      Perbedaan hadist sahih dengan hadist lain ?
*      Contoh – contoh hadist sahih ?
3.      Tujuan
Tujuan dalam makalah studi al-hadist ini sebagai berikut :
v  Mengerti mengenai hadist sahih
v  Mengerti syarat –syarat dikatakan hadist itu sahih
v  Mengenal contoh hadist sahih
v  Mengerti perbedaan hadist sahih dengan yang lain

BAB II PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HADIST SAHIH
Sahih (الصحيخ)menurut lughat adalah lawan kata dari “saqim(السقيم)”, artiya sehat lawan kata , haq lawan batil.  ahli hadist , hadist sahih adalah hadist yang bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rosullah SAW. Atau sahabat atau tabiin, bukan hadist yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam penerimanya.1
Dalam definisi lain, hadist sahih adalah:
مَا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ العَدْلِ الضَابِطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلىَ مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ
" Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula cacat"2
B.     SYARAT –SYARAT HADIST SAHIH
Syarat-syarat hadist sahih
Menurut muhadisin, suatu hadist dapat di nilai sahih, apabila memenuhi syarat berikut.
a.       Rawinya Bersifat Adil
Menurut ar-razi, keadilan adalah tenaga jiwa raga yang mendorong untuk selalu bertindak takwa, menjahui dosa-dosa kecil, dan meningalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah, seperti makan sambil berdiri di jalan , buang air (kencing) di tempat yang bukan di tempat yang bukan disediakan untuknya, dan bergurau yang berlebihan

Menurut syuhudi ismail criteria-kriteria periwayatan yang bersifat adil, adalah :
Ø Beragama islam
Ø Berstatus mukalaf (al-mukallaf)
Ø Memelihara muru’ah.
Ø Melaksanakan ketentuan agama.
b.      Rawinya Bersifat Dhabit.
Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadist dengan baik dengan hafalan yang kuat atau dengan kitabnya, lalu ia mampu mengunakannya kembali ketika meriwayatkannya.
Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat,sejak menerima hingga menyampaikan kepada orang lain dan di mana saja ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan dimana saja dikehendaki, orang itu dinamakan dhabtu shadri. Kemudian kalau apa yang di sampaikan itu berdasarkan pada buku catatanya (teks book) ia disebut dhabtu kitab.rawi yang ‘adil dan sekaligus dhabith disebut tsiqat.
c.       Sanadnya Bersambung
yang dimaksut dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadis yang bersangkutan benar – benar menerimanya dari rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
Untuk mengetahui bersambung atau tidak suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja penelitian berikut:
ü  Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang teliti
ü  Mempelajari sejarah hidup masing – masing rawi.
ü  Meneliti kata- kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi yang terdekat dengan sanadnya.
Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambungan apabila:
·         Seluruh rawi dalam sanad itu benar – benar tsaqit (adil dan dhabit).
·         Anatara masing – masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar – benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan tahamul wa ada hadis.
d.      Tidak Ber- ‘Illat
Maksutnya bahwa hadis yang bersangkutan terbebas dari cacat kesahihanya, yakni hadis terbebas dari sifat – sifat samar yang membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadis itu tidak menunjukkan adanya cacat tersebut.
e.       Tidak Syadz (Janggal)
Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang di riwayatkan oleh rawi yang  maqbul (yang dapat di terima periwayatannya) dengan yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat (rajin) dari padanya, disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam ke-dhabit-an atau adanya segi –segi tarjih yang lain.
Jadi, hadis sahih adalah hadis yang rawinya adil dan seumpama ke-dhabit-an, sanadnya mutassil, dan tidak cacat matannya marfu’, tidak cacat dan tidak janggal.3
Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadits shahih sebagai berikut:
Ø  Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi       pertama sampai perowi terakhir.
Ø  Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal tsiqat, dalam arti adil dan dhobith,
Ø   Haditsnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan
Ø  Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.4

C.     PEMBAGIAN HADIS SAHIH
Para ulama ahli hadis membagi hadis sahih menjadi dua bagian, yaitu: pertama, sahih li-dzatih, dan kedua, sahih li-gairih. Pembagian ini berdasarkan kepada adanya perbedaan dalam soal ke-dhabith-an perrawi-anya.
a.       Hadis sahih al-dzatih
Yang dimaksutd dengan hadis sahih li-dzatih, ialah hadis sahih dengan sendirinya. Artinya ialah hadis sahih yang memiliki lima syarat atau kreteria, sebagaimana disebutkan pada persyaratan di atas. Dengan demikian, penyebutan hadis sahih li-dzatih dalam pemakaiannya sehari hari, pada dasarnya cukup dengan memakai sebutan hadis sahih, sahih, tanpa harus memberi tambahan kata li-dzatih.
b.      Hadis sahih al-gairih
Yang di maksut dengan hadis


D.    PERBEDAAN HADIS SAHIH DAN HADIS YANG LAIN

E.     CONTOH –CONTOH HADIS SAHIH
Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;

حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ "(رواه البخاري)
" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
Analisis terhadap hadits tersebut:
1) Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2) Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
a) Abdullah bin yusuf                  = tsiqat muttaqin.
b) Malik bin Annas                     = imam hafidz
c) Ibnu Syihab Aj-Juhri             = Ahli fiqih dan Hafidz
d) Muhammad bin Jubair           = Tsiqat.
e) Jubair bin muth'imi                 = Shahabat.
3) Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.5








0 komentar: